Alhamdulillah saya bisa mengisi tulisan di blog ini lagi. Setelah menjadi ibu, rasanya waktu bergulir cepat sekali. Baru bangun tidur tau-tau sudah mau tidur lagi. Malamnya baru ngeh “hari ini aku ngapain aja ya?” Terus sedih kalau ternyata seharian itu merasa nggak produktif.
Biasanya yang membuat perasaan itu muncul karena ibu-ibu terlalu sibuk dan waktunya fokus untuk urusan domestik (pekerjaan rumah sehari-hari yang gak ada ujungnya). Jadi, waktu untuk belajar dan upgrade kapasitas diri sudah habis. Makanya ya penting banget manajemen waktu buat ibu rumah tangga.
 |
Tugas manajemen waktu kelas ibu profesional |
Sewaktu ikut kelas Ibu Profesional, saya pernah mendapat tugas tentang menyusun jadwal harian. Walau sudah buat jadwal dengan rapi bahkan dijadikan wallpaper, tetap saja kenyataannya beda. Hampir selalu meleset. Gak sehari dua hari, tapi setiap hari. Sedih 😭
Sampai akhirnya alhamdulillah saya menemukan tulisan “nyes” tentang manajemen waktu ibu batita di instagram. Tulisan seorang ibu dengan 3 balita, Teh Karina Hakman. Sebagai pengingat, saya cantumkan tulisan beliau di blog ini. Mudah-mudahan menjadi amal kebaikan untuk beliau dan kita semua. Aamiin
Manajemen Waktu Ibu Batita
Bismillah... Saya berempati sekali kepada ibu-ibu muda, dengan anak2 usia bayi dan balita, yang jatuh bangun berusaha istiqamah. Karena saya pun merasakan hal serupa.
Salah satu yang amat sangat teramat menantang adalah peran kita bertambah, sementara waktu tak berubah. Manajemen waktu pasca memiliki bayi dan batita, sungguh berbeda dengan yang kita pelajarizaman sekolah, kuliah, kerja dulu.
Dulu, kita belajar semuanya serba diatur, diagendakan, dibuat cheklistnya, dirapatkan, dan seterusnya. Sekarang, sedahsyat2nya jadwal yg kita buat. Biidznillah, anak-anak lah yang menjadi ujung tombak "penentu" kegiatan setiap harinya.
Sudah buat jadwal tilawah bada subuh, ternyata mereka sudah bangun duluan, ingin ke kamar mandi, ingin makan, dan seterusnya. Sudah buat jadwal 'me time' pas jam tidur siang, ternyata mereka gak tidur-tidur. Hilanglah semua rencana kita untuk "berkarya di jam me-time tersebut".
Ketika begitu banyak hal tak terselesaikan, disanalah berbagai tekanan berpotensi menjadikan akal dan hati overloaded, galau, bingung; stressed out. Lalu bagaimana mengantisipasi agar semuanya ter-manage dengan baik?
1) Menunaikan kebutuhan jiwa Carilah keberkahan waktu dengan menjaga hubungan dgn Allah SWT, agar 24 jam yang kita punya, dapat menghasilkan manfaat jauh melebihi kapasitas dan kekurangan kita.
Jadikanlah kelapangan & khusyuk sebagai bekal membuka hari. Optimalkan recharge baterai jiwa sebelum pagi. Misal dari jam 03.00 – 06.00. InsyaAllah, hati yang lapang, akan lebih tenang menyambut hiruk pikuk keseharian. Kalau anak2 ikut bangun? gpp... Dan memang lebih seringnya mereka akan bangun. Ikhlasin aja..
Ingatkan diri bahwa tujuan utama kita bangun bukan untuk tahajud, tujuan kita adalah memperoleh ridha Allah. Kalau anak bangun dan membutuhkan, maka layani kebutuhan anak pun semata2 untuk ibadah mencari ridha Allah. Dampingi sejenak kebutuhannya lalu balik lagi ke atas sajadah.
2) Menunaikan hak anak atas kita Alokasikan waktu tertentu dimana kita full time bersama anak tanpa pegang HP, buku, ngobrol,
bahkan kalau memungkinkan tanpa terima tamu. Misal, dalam kondisi normal, saya pilih jam 08.00 – 11.30 dan 13.00 – 15.00 untuk full sama anak2.
Bayi dan batita sangat membutuhkan perhatian, engagement, dan paparan dgn lingkungan untuk membantu perkembangan otak dan kematangan emosi. Prof. Susan Bookheimer (dari UCLA) meneliti perkembangan otak pada bayi dan batita. Hasilnya: stimulasi gadget meskipun edukatif tidak memberikan hasil yang sama pada perkembangan otak dibandingkan stimulasi alami dari interaksi dan lingkungan.
Aktivitas bayi & batita sangat sederhana namun bermakna. Minimal 5 aktivitas ini bisa kita coba;
(1) Main,
(2) Ngobrol,
(3) Baca,
(4) Al Quran,
(5) dan amati perkembangannya.
Moga-moga, kita gak akan stres ketika menyusun pembelajarannya di rumah atau terpengaruh overloaded information di luaran sana. Karena kitalah yang melihat; sudah sampai mana perkembangannya, dan apa yang ia butuhkan untuk selanjutnya.
Momen2 ini berharga. Maka usahakanlah untuk fokus dan bahagia dalam menjalani kebersamaan dengan anak kita. Kuncinya; ikhlas dan sepenuh hati. Kesampingkan dulu semua amanah lainnya kecuali yang mendesak. Fokus yg seperti ini, bahasa akademisnya; mindfull. Bahasa kita; khusyuk; kita sadar dan mensyukuri, bahwa membersamai anak pun adalah ibadah.