Dia yang Membuatku Iri
by
Unknown
- Sunday, April 20, 2014
Dua hari yang lalu saya dapet link artikel dari grup whatsapp MA Superb Mother. Awalnya saya kurang tertarik untuk membacanya. Tapi karena judulnya yang aneh dan membuat penasaran, akhirnya saya buka dan baca.
Ternyata artikel yang di-share isinya sangat sangat bagus! Tulisan itu berisi tentang kekaguman seorang suami pada istrinya. Tentang rasa syukur karena memiliki istri yang shalihah dan juga rasa kangen karena istrinya sudah meninggal.
Sosok yang diceritakan itulah yang membuat saya iri.
Ternyata artikel yang di-share isinya sangat sangat bagus! Tulisan itu berisi tentang kekaguman seorang suami pada istrinya. Tentang rasa syukur karena memiliki istri yang shalihah dan juga rasa kangen karena istrinya sudah meninggal.
Sosok yang diceritakan itulah yang membuat saya iri.
Selamat Jalan Isteriku, Engkau Layak Atas Karunia Syahid itu…
17 tahun yang lalu, saat masih aktif menjadi penulis buletin dakwah, aku membaca nama pelanggan yang memesan buletin tersebut. Hj. Robiatul Adawiyah, pasti wanita yang sudah tua. Sudah naik haji dan namanya jadul sekali.
“Akhi, seperti apa sih ibu Robiatul ini,”
tanyaku kepada Pak Marjani yang bertugas mengantar buletin. ”Ndak tahu,
nggak pernah ketemu, yang saya tahu dia pesan buletin itu untuk dikirim
via bis ke Kotabangun”.
Wah wanita yang mulia,
mau menyisihkan uang untuk berdakwah kepada masyarakat di hulu sungai
Mahakam. Tak lama kemudian setelah kita menikah, Buletin Ad Dakwah dari
Yayasan Al Ishlah Samarinda diantar ke rumah. Ternyata wanita mulia
tersebut adalah engkau istriku, bukan wanita tua seperti yang kukira.
Melainkan mahasiswi yang aktif mengajar di Taman Al Quran.
Istriku,
beruntung aku dapat memilikimu. Sudah beberapa pemuda kaya yang mencoba
mendekatimu tetapi selalu kau tolak. Kelembutanmu dan kedudukanmu
sebagai putri seorang ulama besar menjadi magnet bagi para pria yang
ingin memiliki istri sholehah. Kamu beralasan belum ingin menikah karena
mau konsentrasi kuliah. Padahal alasan utamanya adalah kamu masih ragu
dengan kesholehan mereka. Ketika Ustadzah Purwinahyu merekomendasikan
diriku, tanpa banyak tanya kau langsung menerimaku. Hanya karena aku
aktif ikut pengajian kau mau menerimaku, tanpa peduli berapa
penghasilanku.